Minggu, 29 Mei 2016

5 Alasan Mengapa Car Free Day di Kupang itu Menyenangkan


1. Suasananya gak terlalu rame


jadi pas banget buat kamu yang emang niat jogging :-P Kalo di kota-kota besar lainnya agak susah lho buat bisa jogging beneran saking ramenya. Eh tapi gak cuma jogging doang yg bisa kamu lakuin, bisa sepedaan dengan leluasa juga kok :-D

2.  Bisa ikut aerobik, zumba, or senam-senam seru lainnya secara free, alias gretong!


Disni kamu bakalan nemuin beberapa grup/ kelompok tertentu yg ngadain senam aerobik, zumba, dsb dan kita boleh ikutan tanpa dipungut biaya

3. Gak terlalu banyak orang jualan kuliner

nah, yang ini penting banget buat bikin kita fokus olahraga, karena kalo banyak orang jualan makanan, pasti bawaannya leher pengen nengok aja “eh, itu jualan apaan sih?” atau “ih, ada pecel!kayaknya enak..” Eh, tapi ga banyak bukan berarti gak ada sama sekali lho.. jadi ga usah takut kelaperan habis jogging :-D

4. Tempat parkirnya gak jauh (maap, gak ada potonya)

ya jelas karena jalan el tari yang dijadiin car free day juga ga panjang2 amat kok, ga kayak jalan Darmo kalo di surabaya, yang dari ujung ke ujungnya jauhnya minta ampun, hehe.. jadi dari tempat parkir motor udah langsung bisa jogging deh di el tari :-D

5.  Yang terakhir ini paling penting buat kamu yang beragam Kristen kayak sy, car free day di Kupang itu dilaksanakan bukan tiap hari minggu tapi tiap hari sabtu, yippiee..

Jadi bisa tetep ibadah/kebaktian pas hari minggu dan tetep bisa cfd-an pas hari sabtu, sehat jasmani rohani deh pokoknyaa..




Kamis, 19 Mei 2016

Bukan Bawa Daun, tapi Bawa Uang!


Dua hari yang lalu saya memutuskan untuk pergi ke salon selepas jam kantor. Sementara menunggu antrian, datang seorang ibu dengan penampilan modis dan cantik beserta seorang anak perempuannya. Ibu ini cukup menarik perhatian saya kala itu, bahkan saya sempat berpikir bahwa beliau adalah istri salah satu pejabat di kota ini. 

Ketika rambut saya sedang dicuci, saya tidak sengaja mendengar percakapan para karyawan salon tersebut tentang seorang ibu yang, menurut mereka, agak sombong, dan bla bla bla.. Saya tidak terlalu mempedulikan percakapan tersebut dan melanjutkan perawatan rambut saya. 
   
Tidak lama setelah itu, saya mendengar kehebohan di luar ruangan perawatan rambut, dan sayapun melongok keluar ruangan. Rupanya, ibu yang sempat menarik perhatian saya sebelumnya itu sedang berbicara dengan nada yang cukup tinggi kepada para karyawan salon tersebut. entah apa saja kalimat yang ia ucapkan, hanya satu kalimat yang membuat saya terhenyak, “… saya datang di salon ini bukan bawa daun, tapi bawa uang!” dan bla bla bla.. Lalu ia pergi meninggalkan salon, menyisakan saya, para karyawan salon, dan beberapa pelanggan salon yang hanya bisa terdiam. 
   
Selidik punya selidik, rupanya ibu itulah yang diperbincangkan oleh para karyawan salon sebelumnya. Saya hanya bisa menarik nafas panjang, berpikir mungkin ia mendengar perbincangan para karyawan salon tersebut sehingga menjadi emosional. Dan kalimat “bukan bawa daun, tapi bawa uang” ini malah menjadi bahan lelucon para karyawan salon.  
   
Terkadang, emosi membuat kita mengeluarkan perkataan tanpa terlebih dahulu memikirkan akibatnya. Para karyawan salon mungkin tidak sadar bahwa kemarahan ibu itu merupakan akibat perbincangan mereka yang mungkin tak sengaja terdengar olehnya. Dan ibu itu mungkin berpikir bahwa ucapan kemarahannya akan membuat para karyawan salon takut dan meminta maaf, namun sebaliknya mereka justru menertawakannya di belakang.
   
Kejadian ini mengingatkan saya akan ucapan seorang raja yang dikenal karena kebijaksanaannya, Salomo, yang berkata: "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa menahan bibirnya, berakal budi."

Rabu, 18 Mei 2016

Seorang Anak dan Hujan



Setelah empat tahun kekeringan di desa kecil di daerah timur, seorang imam mengumpulkan setiap orang untuk berziarah ke gunung; di sana mereka akan melakukan doa bersama, meminta hujan turun lagi.

Dalam kelompok
tersebut, imam melihat anak laki-laki memakai jas hujan.

'Apakah kau gila? "Tanyanya
kepada anak itu.

"Ini belum hujan di wilayah ini selama lima tahun dan
hawa panas dari mendaki gunung akan membunuhmu."

Anak itu menjawab: "Saya
sedang flu, imam. Jika kita akan meminta Tuhan untuk hujan, dapat Anda bayangkan ketika kita turun kembali dari gunung? Ini akan menjadi serentetan hujan dan saya perlu mempersiapkan diri. "

Pada saat
itu juga, mereka mendengar suara gemuruh besar datang dari langit dan tetes pertama mulai turun. Itu merupakan iman dari seorang anak laki-laki akan sebuah keajaiban, bahkan yang terlihat paling siap sekalipun ternyata tidak percaya.

(Paulo Coelho)

Mempertahankan Seorang Teman




Anita berumur sebelas tahun ketika ia pergi ke ibunya untuk mengeluh.
"
Ibu, aku tidak bisa mempertahankan seorangpun teman. Mereka semua menjauhi aku karena aku sangat cemburu.”

Ibunya
tengah mengurus anak ayam yang baru lahir, dan Anita mengangkat salah satu dari mereka, yang langsung berusaha melarikan diri.
Semakin
ia meremasnya di tangannya, semakin ayam berjuang untuk melarikan diri.

Ibunya mengatakan: "coba memegangnya dengan lembut."
Anita mematuhinya. Dia membuka tangannya dan
anak ayam itu berhenti berjuang.
Dia mulai membelai dan
anak ayam meringkuk di antara jari-jarinya.

"Manusia seperti itu juga," kata ibunya. "Jika
kita ingin memegang mereka dengan cara apapun, mereka melarikan diri. Tapi jika kita bersikap baik kepada mereka, mereka akan tetap selama-lamanya di sisi kita.”



(Paulo Coelho)